Jumat, 22 Februari 2013

We CaLLed "FRIENDSHIP"

kami cantik :)

shot, pasered-sered

suka,suka,suka
kya buat cover majalah hijab dee,,, 

haaahh,,, cuma gw yg mingkem

special with arya ( baby na amel )

like it :)

ketawa yang tertahan kamera bareng ega

i'm hijaber, hhhhaaa

KLOROFIL


2.3       Klorofil
Klorofil adalah pigmen hijau yang terdapat pada tumbuhan hijau, alga, dan bakteri fotosintesis. Klorofil merupakan kompleks antara porfin dengan magnesium (Gambar 2). Porfin adalah struktur makrosiklik tak jenuh yang terdiri dari empat cincin pirol yang digabungkan oleh suatu jembatan karbon. Porfin tersubstitusi dinamakan porfirin yang dianggap sebagai inti dari semua klorofil. Porfirin adalah pigmen makrosiklik tetrapirol dimana cincin pirol digabungkan oleh jembatan metana dan sistem ganda tertutup. Oleh karena itu, klorofil diklasifikasikan sebagai porfirin (Linar 2009).


Ekor hidrokarbon
 

Cincin porfirin
 
Gambar 2 Struktur klorofil (Campbell et al. 2000)

Klorofil berpotensi sebagai fotosensitiser  (obat yang aktif oleh rangsangan cahaya) untuk terapi tumor dan kanker. Pemanfaatan PDT ini didasarkan pada asumsi bahwa fotosensitiser akan dapat membunuh sel-sel kanker, ketika senyawa tersebut diekspos dengan cahaya tampak pada panjang gelombang tertentu dan dengan intensitas tertentu. Mekanisme kerja klorofil  sebagai sensitiser  adalah ketika   fotosensitiser  mengabsorpsi cahaya, maka  fotosensitiser  akan tereksitasi pada keadaan singlet. Keadaan ini tidak berlangsung lama karena fotosensitiser  akan berubah ke keadaan triplet.  fotosensitiser  pada keadaan triplet ini akan bereaksi dengan oksigen yang tentunya ada dalam jaringan tubuh manusia, termasuk dalam jaringan kanker. Oksigen dalam keadaan dasar akan tereksitasi menjadi singlet oksigen yang bersifat sangat reaktif dan selanjutnya akan menghancurkan sel-sel kanker. Pada akhirnya,  fotosensitiser  akan kembali ke keadaan normal ( Linar 2009). Berikut adalah serapan panjang gelombang klorofil pada gambar 3.

Gambar 3 Spektrum serapan klorofil a, klorofil b dan karotenoid
(Campbell et al. 2000)





FOTOSENSITISER


Fotosensitiser merupakan kesatuan senyawa kimia yang mampu menyerap cahaya yang menginduksi perubahan fisika dan kimia dari senyawa kimia yang lain (Berg et al. 2005). Fotosensitiser yang baik adalah menyerap foton secara efisien, memiliki energi kuantum yang tinggi pada bentuk triplet dan tingkat energi triplet harus memiliki waktu hidup cukup lama untuk tetap bereaksi dengan molekul target. Biasanya senyawa yang membentuk tingkat energi triplet mampu menghasilkan spesies oksigen reaktif adalah yang memiliki struktur trisiklik, heterosiklik atau struktur cincin porphirin yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi (sistem elektron pi).
Kebanyakan fotosensitiser yang digunakan dalam terapi fotodinamika memiliki struktur tetrapirol makrosiklik (Dolmans et al. 2003). Porfin terdiri dari empat sub unit cincin pirol yang terikat bersama pada jembatan metana      (Gambar 1).


naftalosianin
 

ftalosianin
 

bakterioklorin
 

klorin
 

porfirin
 
Gambar 1 Struktur  porfin dan turunannya (Berg et al. 2005)
Tetrapirol dialam biasanya membentuk pigmen, yang banyak digunakan dalam proses biologis. Tetrapirol tersebut tidak mampu untuk menginduksi reaksi fotokimia atau fotobiofisik dalam senyawa lain atau cepat padam dalam lingkungan normalnya, seperti halnya klorofil. Pada tetrapirol alam terdapat sebuah ion ligan yang terkoordinasi dibagian tengah senyawa, yang memiliki sifat elektronik dan berpotensi untuk fotosititoksik dari porfin. Dengan menghilangkan ion logam, fotosensitiser menjadi lebih efisien atau sifat fluoresensi menjadi lebih baik. Degan demikian kebanyakan fotosensitiser yang efisien didasarkan pada struktur yang tidak mengikat ion logam.


TERAPI FOTODINAMIKA

Terapi fotodinamika merupakan metoda efektif dan selektif yang memberikan keuntungan menghancurkan penyakit sel tanpa merusak sel sehat di sekitarnya. Terapi fotodinamika didasarkan pada konsep bahwa molekul fotosensiter dapat ditempatkan pada sel kanker. Spesies oksigen reaktif seperti oksigen singlet (1O2) atau radikal bebas merupakan senyawa sitotoksik yang secara ireversibel dapat merusak sel yang diperlakukannya. Fotosensitisasi merupakan metoda sederhana dan mudah dikendalikan untuk menghasilkan oksigen singlet. Radiasi cahaya dengan panjang gelombang sesuai diserap oleh fotosensitiser dan digunakan untuk mengeksitasi oksigen menjadi oksigen singlet. Proses ini telah diringkas secara lengkap oleh Wang (2004). Dengan tahapan sebagai berikut: P(S0) + hv P(S1) (1) P(S1) P(S0) + hvF kF (2) P(S1) P(S0) kIC (3) P(S1) P(T1) kISC (4) P(T1) P(S0) + hvp kP (5) P(T1) P(S0) knr (6) P(T1) + 3O2 P(S0) + 1O2 ken (7) P(T1) + 3O2 P+ + O2- ket (8) P(T1) + 3O2 P(S0) + 3O2 kpq (9) Iradiasi cahaya dengan panjang gelombang sesuai dengan fotosensitiser (S0) menyebabkannya tereksitasi ke tingkat energi S1 [reaksi 1]. Waktu hidup tingkat energi S1 dalam jangka nanodetik terlalu pendek untuk menghasilkan interaksi dengan molekul yang ada disekitarnya sehingga memancarkan energinya melalui proses fluoresensi [reaksi 2] atau proses non radiasi akibat perubahan orientasi spin elektron ke tingkat tereksitasi triplet (TI) [reaksi 3 dan 4]. Waktu hidup tingkat TI pada jangka mikro sampai milidetik. Hal ini cukup panjang untuk proses pemadaman radiasi. Proses ini dikenal dengan fosforisensi [reaksi 5]. Mekanisme pemadaman meliputi transfer energi, transfer muatan, abstraksi hidrogen dan transfer oksidatif [reaksi 6]. Pemadaman triplet melibatkan dioksigen yang dapat digambarkan oleh transfer energi, elektron dan deaktifasi fisik yang menghasilkan 1O2, O2-, dan 3O2 [reaksi 7,8 dan 9].