LAPORAN PRAKTEK
KERJA LAPANGAN
ANALISIS
KOMPONEN KIMIA
SITI MARYAM
PROGRAM STUDI
KIMIA
FAKULTAS SAINS
DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SUKABUMI
SUKABUMI
2011
PENGESAHAN
Judul : Analisis Komponen Kimia Serat Sisal dan Serat Sabut Kelapa
Nama : Siti Maryam
NIM : B1A08004
Program Studi : Kimia
Menyetujui,
Pembimbing
I,
|
Pembimbing
II,
|
Lela
Mukmilah Y, S.T
|
Djeni
Hendra, MSi
|
Mengetahui
Koordinator
Program Studi Kimia
Universitas
Muhammadiyah Sukabumi
Dikdik
Mulyadi, M.PKim
Telah diseminarkan
pada : 18 desember 2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala
puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena dengan berkat,
rahmat, nikmat dan karunianya laporan praktek kerja lapangan ini dapat
terselesaikan. Laporan ini disusun sebagai salah satu persyaratan mata kuliah
semester V program studi kimia Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Muhammadiyah Sukabumi.
Selama praktek kerja
lapangan sampai penulisan laporan ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
bantuan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa
hormat yang tulus dan ikhlas, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak
Dikdik Mulyadi, M.PKim selaku Koordinator Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Muhammadiyah Sukabumi.
2.
Ibu
Lela Mukmilah, ST selaku dosen pembimbing I Fakultas Sains dan Teknologi UMMI
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama dalam masa PKL dan masa
penyusunan PKL.
3.
Bapak
Djeni Hendra M.Si selaku dosen pembimbing II di P3HH yang telah membimbing
selama masa PKL.
4.
Bapak
Dadang, Bapak Mahpudin, Bapak Saepuloh, dan seluruh staf laboratorium kimia dan
energi hasil hutan atas saran dan fasilitas yang telah diberikan.
5.
Ibunda,
Hasanah atas kasih sayang, doa, pengorbanan serta kepercayaan yang diberikan
selama ini.
6.
Seluruh
keluarga atas kasih sayang, nasehat, dan dukungan yang telah di berikan.
7.
Rendy
putera atas semangat, kasih sayang dan kesetian menemani penyusun.
8.
Sahabat,
Neng fitria dan Sariyanti yang telah memberikan semangat dan kebersamaan selama
ini.
9.
Eva
dan rinda atas semangat dan canda tawanya.
10.
Teman-teman
seangkatan atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.
Penulis menyadari akan
kekurangan yang terdapat dalam penulisan laporan praktek kerja lapangan ini,
untuk itu penulis mohon maaf atas adanya kekurangan tersebut. Oleh karena itu,
penulis mohon kritik dan saran yang membangun supaya lebih baik untuk
kedepannya. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya kepada pembaca dan khususnya untuk penulis pribadi.
Sukabumi, Desember 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
Lembar Pengesahan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar vii
Daftar Lampiran viii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1
Latar
belakang 1
1.2
Tujuan
2
1.3 Kegunaan 2
BAB II KEADAAN UMUM 3
2.1
Sejarah
dan Perkembangan P3HH 3
2.2
Visi
dan Misi P3HH 4
2.3
Tugas
dan Fungsi P3HH 4
2.4
Struktur
Organisasi 5
2.5
Potensi
Laboratorium 7
2.6
Lokasi
dan Tata Letak 10
2.7
Tenaga
dan Waktu Kerja 10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 11
3.1
Sisal 11
3.2
Kelapa 12
3.3
Dekortikasi 14
3.3
Analisa Komponen Kimia 15
3.3.1 Kadar Air 15
3.3.2 Zat Ekstraktif 15
3.3.3 Senyawa Anorganik 15
3.3.4 Selulosa 16
3.3.5 Lignin 17
BAB IV ANALISIS KOMPONEN
KIMIA SERAT SISAL DAN SERAT KELAPA 18
4.1 Waktu dan Tempat 18
4.2
Metode 18
4.3
Alat dan Bahan 18
4.3.1 Alat 18
4.3.2
Bahan 19
4.4 Prosedur Kerja 19
4.4.1 Penetapan Kadar Air 19
4.4.2 Penetapan Kadar Senyawa Anorganik 20
a.
Kadar
abu 20
b.
Kadar
silika 20
4.4.3 Penetapan Kadar Zat Ekstraktif 20
a.
Kelarutan
dalam air dingin 20
b.
Kelarutan
dalam air panas 21
c.
Kelarutan
dalam larutan NaOH 1% 21
d.
Kelarutan
dalam alkohol benzena perbandingan 1:2 21
4.4.4 Penetapan Kadar Holoselulosa 22
4.4.5 Penetapan Kadar Alphaselulosa 22
4.4.6 Penetapan Kadar Hemiselulosa 23
4.4.7 Penetapan Kadar Lignin 23
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 26
6.1
Simpulan 27
6.2
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 30
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Hasil Penetapan Komponen Kimia Pada Serat
Sisal dan
Serat Sabut Kelapa 24
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi P3HH
5
Gambar 2. Tanaman Sisal 11
Gambar 3. Pohon Kelapa 12
Gambar 4. Serat Sisal dan Serat Sabut Kelapa 14
Gambar 5. Struktur Selulosa 16
Gambar 6. Senyawa Penyusun Hemiselulosa 17
Gambar 7. Struktur Lignin 17
Gambar 8. SEM serat sisal dan serat sabut
kelapa 26
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran
1. Perhitungan 30
Lampiran 2. Gambar-gambar 38
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Serat
alam adalah jenis serat yang diperoleh langsung dari alam. Berdasarkan asal
usulnya serat alam diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok seperti serat
yang berasal dari binatang dan tumbuhan. Serat alam yang berasal dari binatang
antara lain wool dan sutera. Serat alam yang berasal dari tumbuhan terdiri dari
serat kayu dan serat non kayu.
Serat
kayu adalah salah satu jenis serat alam yang berasal dari tumbuhan yang
diperoleh dari batang kayu. Serat kayu terdiri dari komponen kimia seperti
selulosa, hemiselulosa, lignin, abu, dan lain-lain. Serat kayu banyak digunakan
untuk berbagai industri salah satunya adalah industri pulp kertas, karena serat
kayu banyak mengandung selulosa yang dapat digunakan sebagai bahan baku pulp misalnya,
kayu akasia dan pinus. Selain serat kayu, serat alam lain juga mengandung
komponen kimia yaitu serat non kayu, misalnya sisal dan kelapa.
Sisal
dan kelapa merupakan tanaman monokotil, dari kedua tanaman ini dapat
dimanfaatkan seratnya. Serat sisal diperoleh dari daun sisal, sedangkan serat sabut
kelapa diperoleh dari sabut kelapa. Serat sisal mempunyai sifat yang keras,
kasar, sangat kuat dan putih kekuningan, sedangkan serat sabut kelapa terdiri
dari serat kasar dan halus, dan warna seratnya merah kecoklatan.
Analisa
sifat dasar pada tanaman adalah analisa komponen kimia. Analisa komponen kimia
dilakukan meliputi penetapan kadar air, senyawa anorganik, zat ekstraktif,
selulosa dan lignin. Sifat dan komponen kimia pada tanaman merupakan dasar dari
pemanfaatan tanaman tersebut misalnya untuk industri pulp kertas.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Lapangan
Tujuan
dari analisis komponen kimia pada serat sisal dan serat sabut kelapa ini untuk
mengetahui kadar komponen kimia yang terkandung dalam serat sisal dan serat
kelapa yang meliputi kadar air, kelarutan zat ekstraktif, selulosa dan lignin.
1.3 Kegunaan Praktek Kerja Lapangan
Kegunaan dari analisis
komponen kimia pada serat sisal dan serat sabut kelapa
adalah dapat mengetahui kadar komponen kimia yang nantinya tanaman tersebut
dapat dibudidayakan dan dijadikan bahan baku pulp.
BAB
II
KEADAAN
UMUM
2.1 Sejarah dan Perkembangan P3HH
Kegiatan
penelitian hasil hutan di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-19. Berdasarkan
kelembagaannya, secara resmi kegiatan hasil penelitian hasil hutan dimulai pada
tahun 1913 dan diberi nama Bosbouw Proef
Station Voor Het Boswezen (Balai Penyelidikan Kehutanan). Nama tersebut
mengalami perubahan seiring dengan perkembangan Indonesia dari sebelum merdeka
hingga setelah kemerdekaan, mulai dibawah Departemen Pertanian sampai di bawah
Departemen Kehutanan (tahun 1983). Berdasarkan Surat Keputusan Mentri Pertanian
Nomor 80/Um/1959, Balai Penyelidikan Kehutanan dikembangkan menjadi 4 lembaga,
yaitu:
1.
Lembaga
Penyelidikan Hutan
2.
Lembaga
Penyelidikan Hasil Hutan
3.
Lembaga
Penyelidikan Kimia Hasil Hutan
4.
Lembaga
Penyelidikan Kerja Hutan
Tahun 1971 Lembaga
Penyelidikan yang bergerak di bidang kehutanan digabung menjadi 2 lembaga,
yaitu:
1.
Lembaga
Penelitian Hasil Hutan
2.
Lembaga
Penelitian Hutan
Berdasarkan SK Mentri
Pertanian No. 861/Um/1980 lembaga tersebut diubah menjadi Balai Penelitian
Hasil Hutan dan Balai Penelitian Hutan yang berada di bawah Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan, Badan Penelitian dan Penngembangan Pertanian,
Departemen Kehutanan. Dengan adanya pengembangan organisasi Direktorat Jenderal
Kehutanan menjadi Departemen Kehutana, maka denga Keppres No. 24 tahun 1983
struktur organisai dibawahnya ditingkatkan menjadi Badan Penelitian dan
Pengembanga Kehutanan yang membawahi dua pusat, yaitu Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan.
Melalui Keppres No. 58/1993
Badan Penelitian dan pengembangan Kehutanan diubah menjadi Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Dengan Surat Keputusan
Mentri Kehutanan dan Perkebunan No. 002/Kpts/2000, tentang Struktur Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Kehutan dan Perkebunan, bahwa Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan diubah namanya menjadi
Pusat Penelitian Hasil Hutan.
Berdasarkan Keputusan
Menteri Kehutanan No.123/Kpts-II/2001 pasal 626 pusat Penelitian Hutan berubah
nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan (P3THH). Tahun
2005 berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan, namanya berubah menjadi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
2.2 Visi dan Misi P3HH
Visi : Lembaga penelitian yang terkemuka dalam
menunjang terwujudnya industri hasil hutan yang berdaya saing tinnggi
Misi :
a.
Menyediakan
IPTEK sebagai landasan untuk memandu, mendorong, mendukung pelaksanaan
pemanenan, pengolahan dan penggunaan hasil hutan yang lebih baik sebagai bagian
dari pengolahan hutan lestari.
b.
Menyadiakan
IPTEK yang mampu meninngkatkan produktifitas, nilai ttan dambah, kualitas
produk hasil hutan dan kualitas lingkungan.
2.3 Tugas dan Fungsi P3HH
Berdasarkan Peraturan
Menteri Kehutanan No. P.13/Menhut-II/2005, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan mempunyai tugas, yaitu melaksanakan penelitian dan pengembangan di
bidang hasil hutan berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Dalam melaksanakan
tugasnnya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan menyelenggarakan
fungsi:
1.
Penyusunan
program penelitian dan pengembangan hasil hutan.
2.
Pemberian
pelayanan penelitian dan pengembangan hasil hutan.
3.
Pelaksanaan
penelitian dan pengembangan hasil hutan.
4.
Evaluasi
pelaksanaan penelitian dan pengembangan hasil hutan.
5.
Pelaksanaan
urusan tata usaha daan rumah tangga pusat.
2.4 Struktur Organisasi
Berikut adalah bagan
struktur organisasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan :
Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi P3HH
Sesuai dengan tugas dan
fungsinya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan memiliki struktur
organisasi yang tertera pada Gambar 1.
1.
Bidang
Program dan Evaluasi, melaksanakan tugas:
a)
Penyiapan
penyusunan rencana dan program kerja
b)
Pelaksana
pemantauan dan evaluasi
c)
Penyusunan
laporan
Dalam melaksanakan tugasnya,
bidang tersebut menyelenggarakan fungsi:
a)
Pelaksanaan
penyusunan program kerja dan anggaran penelitian
b)
Pelaksanaan
pemantaun dan evaluasi serta penyusunan laporan
Untuk melaksanakan tugas dan
fungsinya, bidang tersebut dibantu oleh:
a)
Sub
Bidang Program Penelitian
b)
Sub
Bidang Evaluasi dan Pelaporan
2.
Bidang
Pelayanan Penelitian, melaksanakan tugas:
a.
Urusan
dokumentasi dan publikasi hasil penelitian
b.
Tindak
lanjut hasil penelitian
c.
Perakitan
teknologi komunikasi
d.
Penyaluran/diseminasi
hasil penelitian
e.
Pelaksanaan
perlindungan hak hasil penelitian
f.
Pemberian
saran kebijakan di bidang teknologi hasil hutan
Dalam melaksanakan tugasnya,
bidang tersebut menyelenggarakan fungsi:
a)
Penyiapan
bahan penyusunan publikasi dan diseminasi hasil penelitian dan pengembangan di
bidang teknologi hasil hutan
b)
Penyiapan
bahan pengelolaan pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan di bidang
teknologi hasil hutan
Untuk melaksanakan tugas dan
fungsinya, bidang tersebut dibantu oleh:
a)
Sub
Bidang Publikasi dan Diseminasi
b)
Sub
Bidang Pemanfaatan Hasil Penelitian
3.
Sub
Bagian Tata Usaha, melaksanakan tugas melakukan urusan ketatausahaan,
kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan dan pelaporan pusat.
4.
Kelompok
Jabatan Fungsional, tugasnya melakukan penelitian, pengembangan, kajian dan uji
coba. Berdasarkan ruang lingkup kegiatan penelitian dan pengembangan yang
ditangani, Kelompok Jabatan Fungsional di Pusat Penellitian dan Pengembangan
Hasil Hutan dibagi ke dalam Kelompok Peneliti (Kelti) sebagai berikut:
a.
Kelti
Keteknikan Hutan dan Pemanenan Hasil Hutan
b.
Kelti
Biologi dan Pengawetan Hasil Hutan
c.
Kelti
Pemanfaatan Hasil Hutan
d.
Kelti
Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan
e.
Kelti
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu
2.5 Potensi
Laboratorium
Fasilitas
yang tersedia selain untuk mendukung pelaksanaan kegiatan penelitian dan
pengembangan, juga dapat memberikan jasa pelayanan dan bantuan teknis kepada
semua pihak yang memerlukan, baik perorangan maupun kelompok, instansi
pemerintah, BUMN, atau swasta lainnya. Adapun sarana dan pelayanan yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut:
1.
Laboratorium
Pemungutan Hasil Hutan
a.
Pemberian
bantuan teknis inventarisasi potensi hutan, pembukaan wilayah hutan, sistem
pemungutan hasil hutan dan system muat bongkar hasil hutan.
b.
Pemberian
bantuan teknis dalam penetapan kontruksi, bentuk dan ukuran angkutan hasil
hutan.
c.
Pemberian
bantuan teknis dalam pelaksanaan TPTI dan HTI.
2.
Laboratorium
Anatomi Kayu
a.
Identifikasi
berbagai jenis kayu
b.
Pembuatan
preparat mikroskofik dan fotomikroskofik
c.
Informasi
mengenai jenis, penyebaran, sifat dan kegunaan kayu.
3.
Laboratorium
Pengerjaan Kayu
a.
Penggergajian
dan pengerjaan kayu
b.
Perbaikan
bilah gergaji
c.
Pengujian
sifat pengerjaan kayu (pembelahan, penyerutan, pembentukan, pembubutan,
pemboran, dan pengampelasan).
d.
Bantuan
teknis di bidabg saw doctoring
4.
Laboratorium
Pengeringan Kayu
a.
Membuat
dapur pengerinngan untuk industry kecil/menengah kapasitas 1-12 m3.
b.
Menetapkan
bagan pengeringan di klin drying.
c.
Memberikan
bantuan teknis yang berkaitan dengan masalah penngeringan baik proses maupun
alat.
5.
Laboratorium
Produk Majemuk
a.
Pengujian
sifat fisis dan mekanis kayu lapis, papan artikel, papan wol kayu, penir dan
papan lamina.
b.
Pengujian
sifat pengupasan, penyusutan dan pengembangan kerapatan, keteduhan rekat dan
keteduhan lentur.
c.
Pengujian
dahan perekat emisi formaldehida.
6.
Laboratorium
Entomologi
a.
Pengujian
keawetan kayu.
b.
Pengembangan
metodelogi penelitian terhadap rayap.
7.
Laboratorium
Mikologi
a.
Pengujian
bahan evikasi pengawetan kayu.
b.
Pengujian
keawetan kayu.
c.
Budidaya
jamur untuk pangan dan obat.
8.
Laboratorium
Kimia Pengawetan Kayu
Deteksi
kayu yang telah diawetkan dan anallisis bahan pengawet kayu.
9.
Laboratirium
Teknik Pengawetan Kayu
a.
Mengawetkan
kayu secara:
b.
Rendeman
dingin.
c.
Rendeman
panas.
d.
Vakum
tekan.
e.
Difuksi.
10. Laboratorium Fisika dan Mekanika Kayu
a.
Pengujian
sifat fisik dan mekanik kayu.
b.
Penentuan
kelas kuat kayu.
11. Laboratorium Teknologi Serat
a.
Pembuatan
pulp kertas dan papan serat.
b.
Pengujian
pulp kertas dan papan serat.
c.
Pengujian
kekerasan.
12. Laboratorium Energi
a.
Membuat
arang kayu pada kapasitas 2 m3 dan wood vinager.
b.
Membuat
arang aktif pada kapasitas 0,1 m3.
c.
Membuat
arang serbuk gergaji pada kapasitas 10 karunng/hari.
d.
Membuat
arang batok kapasitas 2 drum/200 kg.
e.
Membuat
model tungku rumah tangga hemat energi.
f.
Membuat
biodiesel.
13. Laboratorium Arang dan Destilat Kering Kayu
a.
Dome-shaped kiln
Membuat
arang bonngkah dengan kapasitas 3 m3 bahan baku karet per batch
dalam bentuk dolok atau kayu pada dimensi besar.
b.
Drum-kiln
Membuat
arang bon gkah dengan kapasitas 0,2 m3 bahan kayu dan diutamakan
untuk bentuk limbah atau potongan kayu berdimensi kecil.
c.
Semi continous kiln
Membuat
serbuk arang dari bahan kayu berukuran partikel-partikel kecil (khusus serbuk
gergaji), dengan kapasitas bahn baku tersebut sebesar 10-15 kg per batch.
14. Laboratorium Percobaan Pembuatan Kompos
Composting chamber : membuat kompos dari bahan baku berupa campuran
serbuk gergaji, limbah kehutanan, kotoran binatang, molasses, dedak beras dan
mikroorganisme efektif (Em4) dengan kapasitas volumetric keseluruhan 0,8 m3
batch.
15. Laboratorium Pengolahan HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu)
a.
Penyulingasn
minyak astiri dri bahan berupa daun, biji kayu, kulit dan akar.
b.
Ekstraksi
bahan penghasil karbohidrat, tannin, minyak dan oleoresin.
c.
Modifikasi
beberapa komoditi HHBK baik yang sudah tersedia maupum yang belum tersedia
SNI-nya.
d.
Mampu
memodifikasi sagu sebagai bahan pembuatan dekstrin.
e.
Mampu
memodifikasi dammar dank opal sebagai bahan pembuat pernis (varnish).
2.6 Lokasi dan
Tata Letak
Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hasil Hutan berlokasi di jalan Gunung Batu No. 5 PO BOX. 182
Bogor 16610.
2.7 Tenaga dan
Waktu Kerja
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan sampai akhir maret 2007 memperkerjakan
karyawan sebanyak 165 orang, yaitu berdasrkan tingkat pendidikan terdiri
atas:
1.
Doktor
(S3) : 7
2.
Master
(S2) : 27
3.
Sarjana
(S1) : 38
4.
Sarjana
Muda : 5
5.
SLTA : 71
6.
SLTP : 7
7.
SD
dan Non-SD : 10
Waktu kerja
di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan adalah sebagai berikut:
Senin-Kamis : 8.00-16.00 WIB
Jumat : 8.00-17.00 WIB
BAB
III
TINJAUAN
PUSTAKA
3.1 Sisal
Tanaman
sisal adalah tanaman perdu dengan daun-daun yang menjulang berbentuk pedang
dengan panjang 1,5 sampai 2 meter. Tanaman ini dapat bertahan hidup dalam
kondisi kering, dapat tumbuh pada tanah cadas atau berbatu-batu dengan
kemiringan lebih dari 30o. Umumnya ada dua tipe klom sisal yaitu
yang tepi daunya berduri dan yang tidak berduri. Klasifikasi dari tanaman sisal
adalah sebagai berikut :
Gambar
2. Tanaman sisal
Kingdom : Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Liliales
Famili : Agavaceae
Genus : Agave
Spesies : Agave sisalana
Dari
tanaman sisal ini yang dapat diolah hanyalah daunnya. Dari daun sisal dapat
diperoleh serat-serat yang bisa diolah lagi menjadi bermacam-macam produk. Di industri
tradisonal serat sisal digunakan untuk pembuatan karung, tali temali, keset dan
sapu. Kebutuhan dunia industri terhadap serat terus meningkat seiring dengan
perkembangan agroindustri yang berbahan baku serat seperti industri rumah
tangga, industri tali temali, interior mobil dan industri pulp kertas. Bahan
serat seperti sisal memiliki potensi pasar yang besar untuk menggantikan serat
sintetis yang terbuat dari plastik.
3.2
Kelapa
Pohon
kelapa yang disebut juga dengan pohon nyiur biasanya tumbuh pada daerah atau
kawasan tepi pantai. Pohon kelapa sangat banyak manfaatnya mulai dari batang,
daun dan buahnya semua dapat dimanfaatkan. Klasifikasi dari kelapa adalah
sebagai berikut :
Gambar 3. Pohon kelapa
Kingdom : Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Palmales
Familia : Palmae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos
nucifera
Adapun
bagian-bagian dari kelapa, diantaranya :
a. Buah kelapa
Buah kelapa terdiri dari kulit luar,
sabut, tempurung, kulit daging (testa), daging buah, air kelapa dan lembaga.
b. Kulit luar
Kulit luar merupakan lapisan tipis (0,14
mm) yang mempunyai permukaan licin dengan warna bervariasi dari hijau, kuning
sampai jingga, tergantung kepada kematangan buah.
c. Sabut kelapa
Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup
besar dari buah kelapa, yaitu 35 % dari
berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang
menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah bagian yang
berharga dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75 % dari
sabut), dan gabus 175 gram (25 % dari sabut).
Komposisi kimia sabut kelapa terdiri
atas selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, tannin, dan potasium.
Dilihat sifat fisisnya sabut kelapa terdiri dari:
1. Seratnya
terdiri dari serat kasar dan halus dan tidak kaku.
2. Mutu
serat ditentukan dari warna dan ketebalan.
3. Mengandung
unsur kayu seperti lignin, tannin dan zat lilin.
Selama ini pemanfaatan serat sabut
kelapa hanya digunakan untuk industri rumah tangga sekala kecil. Misalnya baham
pembuatan sapu, tali, keset dan alat-alat rumah tangga lainnya.
d. Tempurung
Tempurung merupakan lapisan keras yang
terdiri dari lignin, selulosa, metoksil dan berbagai mineral. Kandungan
bahan-bahan tersebut beragam sesuai dengan jenis kelapanya. Struktur yang keras
disebabkan oleh silikat (SiO2) yang cukup tinggi kadarnya pada
tempurung. Berat tempurung sekitar 15-19 % dari berat keseluruhan buah kelapa.
e. Kulit daging buah.
Kulit daging buah adalah lapisan tipis
coklat pada bagian terluar daging buah.
f. Daging buah
Daging buah merupakan lapisan tebal
(8~15 mm) berwarna putih. Bagian ini mengandung berbagai zat gizi. Kandungan
zat gizi tersebut beragam sesuai dengan tingkat kematangan buah. Daging buah
tua merupakan bahan sumber minyak nabati (kandungan minyak 35 %).
g. Air kelapa.
Air kelapa mengandung
sedikit karbohidrat, protein, lemak dan beberapa mineral. Kandungan zat gizi
ini tergantung kepada umur buah. Air kelapa dapat digunakan sebagai media
pertumbuhan mikroba, misalnya Acetobacter
xylinum untuk produksi nata de coco.
3.3
Dekortikasi
Cara
ekstraksi serat daun dapat dilakukan dengan peralatan yang disebut mesin
dekortikator, prosesnya disebut dengan dekortikasi. Proses dekortikasi terdiri
dari beberapa tahap :
1. Proses
pemukulan (beating action)
2. Proses
pengelupasan dan penarikan (crushing, beating and pulling action)
Untuk memudahkan pemisahan zat-zat yang ada
disekitar serat dan menghindari kerusakan pada serat, proses dekortikasi
sebaiknya dilakukan pada kondisi segar dan basah (wet condition).
Daun-daun yang telah mengalami proses dekortikasi, kemudian dicuci, dikeringkan
dan disisir.
|
|
(a)
|
(b)
|
Gambar
4. (a) serat sisal dan (b) serat sabut kelapa
3.4
Analisa Komponen Kimia
Analisa ini mencakup penentuan komposisi zat
penyusun yang terdapat dalam bahan. Analisa komponen kimia dapat dilakukan dengan
cara yang sangat berbeda, misal hanya menentukan komponen dinding sel utama,
seperti polisakarida dan lignin disamping
ekstraktif dan abu. Di lain pihak analisis yang sangat mendalam meliputi
penentuan gugus fungsional (misal gugus asetil) dan analisis pola gula
masing-masing dalam polisakarida.
Hampir semua jenis serat alam, khususnya yang
berasal dari tumbuhan (vegetable fibres), komposisi kandungan serat
secara kimia yang besar adalah selulosa, meskipun unsur atau zat-zat lain juga
terdapat pada serat tersebut, misalnya hemiselulosa, lignin, pektin dan pigmen
yang menyebabkan serat berwarna. Komposisi kandungan zat-zat tersebut pada
umumnya sangat bervariasi tergantung dengan jenis atau varietas tanaman.
3.3.1 Kadar Air
Kadar air adalah banyaknya air yang terdapat di dalam
bahan atau produk biasanya dinyatakan secara kuantitatif dalam persen (%) terhadap
berat bahan bebas air atau berat kering
tanur (BKT), namun dapat juga dipakai satuan terhadap berat basahnya.
3.3.2 Zat Ekstraktif
Zat ekstraktif mencakup sejumlah senyawa kimia yang
luas, meskipun biasanya dalam jumlah
yang kecil. Zat ekstraktif dapat dipisahkan dengan melarutkan contoh dalam
pelarut air maupun pelarut organik.
3.3.3 Senyawa Anorganik
Senyawa anorganik dalam sampel dianalisis sebagai abu
dengan cara bahan dibakar pada suhu
600-850oC. Komponen utama abu adalah kalium, kalsium, dan magnesium
maupun silikon. Sedangkan silika merupakan salah satu dari komponen abu
anorganik yang tersisa setelah seluruh komponen organik diisolasi melalui
proses pengabuan pada suhu tertentu.
3.3.4 Selulosa
Selulosa adalah polimer
berantai panjang polisakarida karbohidrat dari β-glukosa. Selulosa merupakan bagian utama
penyusun tumbuhan berkayu. Bahan tersebut utamanya terdapat pada tumbuhan keras,
namun demikian pada dasarnya selulosa terdapat pada setiap jenis tumbuhan
termasuk tumbuhan semusim, tumbuhan perdu, dan tumbuhan rambat bahkan tumbuhan
paling sederhana sekalipun. Seperti jamur, ganggang, dan lumut.
Gambar
5. Struktur selulosa
Berdasarkan derajat
polimerisasi dan kelarutan dalam larutan NaOH 17,5%, selulosa dapat dibedakan
atas tiga jenis, diantaranya :
1. Alphaselulosa
adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau
larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600 – 1500. Alphaselulosa dipakai
sebagai penduga atau penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. Bethaselulosa
adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat
dengan derajat polimerisasi 15 – 90, dapat mengendap bila dinetralkan.
3. Gammaselulosa
adalah sama dengan bethaselulosa, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari
15.
Selain itu, ada yang disebut hemiselulosa dan
holoselulosa.
a) Hemiselulosa
adalah polisakarida yang bukan selulosa jika dihidrolisis akan menghasilkan D-manosa,
D-galaktosa, D-xylosa, D-arabinosa dan asam uranat.
Gambar 6. Senyawa
penyusun hemiselulosa
b) Holoselulosa
adalah bagian dari serat yang bebas dari lignin terdiri dari campuran semua
selulosa dan hemiselulosa.
3.3.5 Lignin
Lignin merupakan salah
satu komponen kimia penyusun dinding sel selain selulosa dan hemiselulosa.
Keberadaan lignin di alam berbentuk polimer yang tersusun atas unit fenilpropana
yang bercabang banyak dan membentuk struktur berdimensi tiga. Lebih dari dua
pertiga unit penyusun lignin berikatan antara satu dengan yang lainnya melalui
ikatan eter dan sisanya karbon. Lignin adalah polimer yang lebih kompleks
daripada selulosa serta memiliki bobot molekul yang tinggi. Lignin terdapat
pada dinding sel dan diantara sel-sel. Konsentrasi lignin terbesar terdapat
pada lapisan lamela tengah dan semakin menurun menuju lapisan sekunder.
Gambar 7. Struktur lignin
BAB IV
ANALISIS
KOMPONEN KIMIA
SERAT
SISAL DAN SERAT KELAPA
4.1
Waktu dan Tempat PKL
Kegiatan
PKL dilaksankan di Laboratorium kimia dan energi Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan (P3HH) Bogor yang beralamat di Jalan Gunung Batu No. 5
dari tanggal 26 juli sampai 4 september 2010.
4.2 Metode
Analisis komponen kimia dari
serat sisal dan serat sabut kelapa yang dilakukan menggunakan prosedur kerja
yang berlaku di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Bogor. Penentuan kadar air dilakukan dengan cara pemanasan dalam oven, penetapan
kelarutan dalam air dingin, kelarutan dalam NaOH 1%, alkohol benzena dengan
perbandingan 1 : 2, dan lignin masing-masing dilakukan berdasarkan standard
TAPPI, T 1 m – 59, T 4 m, T 6 m – 59, 13 m - 45 (ASTM). Sedangkan untuk penetapan
kadar holoselulosa dan alphaselulosa dilakukan dengan cara ASTM 1104-56 tahun
1978 dan ASTM 1103-60 tahun 1977.
4.3 Alat dan Bahan
4.3.1 Alat
a.
Cawan
porselin
b.
Oven
c.
Neraca
analitik
d.
Krustang
e.
Sarung
tangan tahan panas
f.
Desikator
g.
Cawan
penyaring G2
h.
Erlenmeyer 1000 ml
i.
Erlenmeyer
250 ml
j.
Kertas
saring
k.
Kertas
saring tak berabu
l.
Soxlet
ekstraksi
m.
Water
Bath.
4.3.2 Bahan
a.
Serat
Sisal
b.
Serat
Sabut Kelapa
c.
Air Suling
d.
Alkohol
Benzena 1 : 2
e.
Alkohol
pa
f.
NaOH
1 %
g.
CH3COOH
10 %
h.
Air
Panas
i.
Asam
Asetat Glasial
j.
NaClO2
k.
Air
Es
l.
NaOH
17,5 %
m.
NaOH
8,3 %
n.
Alkohol
95 %
o.
Asam
Sulfat 72 %.
4.4 Prosedur Kerja
4.4.1 Penetapan Kadar Air
a.
Timbang
berat kering cawan dengan cara: panaskan cawan dalam oven pada suhu 105o ± 3oC
selama 2-3 jam, kemudian simpan dalam desikator
dan dinginkan hingga suhu kamar lalu ditimbang
b.
Timbang
serat sisal dan serat sabut kelapa masing-masing sebanyak ± 2 gram dalam cawan
yang sudah diketahui beratnya
c.
Masukkan
ke dalam oven dan panaskan selama 3-5
jan pada suhu 105o ± 3oC
d.
Cawan
didinginkan dalam desikator hingga suhu
kamar, kemudian ditimbang.
4.4.2 Penetapan Senyawa Anorganik
a. Kadar Abu
1.
Serat
sisal dan serat sabut kelapa dari hasil penetapan kadar air masing-masing dimasukkan
ke dalam tanur
2.
Dipanaskan
selama 6 jam pada suhu 600oC
3.
Masukkan
ke dalam desikator hingga suhu kamar lalu ditimbang.
b. Kadar Silika
1.
Serat
sisal dan serat sabut kelapa hasil dari penetapan kadar abu masing-masing ditambahkan
HCl pekat sebanyak 10 ml
2.
Dipanaskan
sampai HCl menguap
3.
Isi
cawan disaring dengan kertas saring tak berabu sambil dicuci dengan air suling
4.
Kertas
saring dilipat dan disimpan pada cawan tersebut
5.
Dipanaskan
dalam oven selama 3 jam pada suhu 600oC
6.
Cawan
didinginkan hingga suhu kamar lalu ditimbang.
4.4.3 Penetapan Zat Ekstraktif
a. Kelarutan Dalam
Air Dingin Standar TAPPI, T 1- 59 (ASTM)
1.
Timbang
serat sisal dan serat sabut kelapa masing-masing sebanyak ± 2 gram
2.
Masukkan
ke dalam erlenmeyer 1000 ml
3.
Tambahkan
300 ml air suling dan ditutup
4.
Diamkan
selama 48 jam pada suhu kamar dengan sering kali diaduk
5.
Saring
dengan penyaring G2 yang telah ditetapkan bobotnnya, kemudian dicuci dengan air
suling
6.
Keringkan
dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam
7.
Masukkan
dalam desikator hingga suhu kamar kemudian ditimbang.
b. Kelarutan
Dalam Air Panas
1.
Timbang
serat sisal dan serat sabut kelapa masing-masing sebanyak ± 2 gram
2.
Kemudian
dimasukkan dalam Erlenmeyer bertutup 250 ml
3.
Tambahkan
100 ml air, kemudian dipanaskan selama 3 jam
4.
Saring
dengan cawan penyaring G2 yang telah ditetapkan bobotnya sambil dicuci dengan
air panas
5.
Keringkan
dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam
6.
Masukkan
dalam desikator hingga suhu kamar dan ditimbang.
c. Kelarutan
Dalam Larutan NaOH 1 % Standar TAPPI, T 4 m (ASTM)
1.
Timbang
serat sisal dan serat sabut kelapa masing-masing sebanyak ± 1 gram
2.
Kemudian
dimasukkan dalam erlenmeyer bertutup 250 ml
3.
Tambahkan
100 ml larutan NaOH 1 % sambil diaduk, kemudian dipanaskan selama 1 jam
4.
Selama
pemanasan diaduk 3 kali yaitu pada 10, 15, 20 menit
5.
Saring
dengan cawan penyaring G2 yang telah ditetapkan bobotnya sambil dicuci dengan
air panas dan terakhir dengan asam asetat 10 % lalu dicuci lagi dengan air
panas sampai bersih
6.
Keringkan
dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam
7.
Masukkan
dalam desikator hingga suhu kamar dan ditimbang.
d. Kelarutan
Dalam Alkohol Benzena 1: 2 Standar TAPPI, T 6 m – 59 (ASTM)
1.
Timbang
serat sisal dan serat sabut kelapa masing-masing sebanyak ± 2 gram
2.
Kemudian
masukkan dalam cawan penyaring G2 yang telah ditetapkan bobotnya
3.
Cawan
ditutup dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam soxlet ekstraksi dan
diatur sehingga cawan terendam oleh pelarut
4.
Ekstraksi
dilakukan selama 6 – 8 jam, setelah ekstraksi selesai cawan dikeluarkan
5.
Pelarut
dikeluarkan dengan pengisapan dan dicuci dengan alkohol pa selama 5 menit untuk
mengeluarkan benzena
6.
Keringkan
dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam
7. Masukan dalam desikator hingga suhu kamar dan
ditimbang.
4.4.4 Penetapan
Holoselulosa (ASTM 1104-56, tahun 1978)
a.
Timbang
serat sisal dan serat sabut kelapa masing-masing sebanyak ± 2 gram dan masukkan
dalam erlenmeyer bertutup
b.
Tambahkan
150 ml air suling, 0,2 ml asam asetat glasial dan 1 gram NaClO2
c.
Meletakkan
erlenmeyer dalam water bath dengan suhu 70o – 80oC, lalu
ditambahkan 0,2 asam asetat glasial dingin dan 1 gram NaClO2 setiap
jam sambil dikocok dan dipanaskan selama 5 jam
d.
Erlenmeyer
diletakkan dalam penangas es sampai suhu 10oC
e.
Saring
dengan cawan penyaringa G2 yang telah diketahui bobotnya, lalu dicuci dengan
500 ml air suling hingga warna putih
f.
Keringkan
dalam oven pada suhu 103 ± 2oC. Didinginkan dalam desikator dan
ditimbang.
4.4.5 Penetapan
Alphaselulosa (ASTM 1103-60, tahun 1977)
a.
Timbang
serat sisal dan serat sabut kelapa masing-masing sebanyak ± 2 gram dan masukkan
dalam erlenmeyer bertutup
b.
Tambahkan
50 ml NaOH 17,5% diaduk selama 1 menit dan biarkan selama 20 menit
c.
Tambahkan
50 ml air suling dikocok selama 1 menit dan biarkan selama 5 menit
d.
Saring
dengan menggunakan penyaring cawan G2 yang telah diketahui bobotnnya
e.
Dicuci
dengan larutan NaOH 8,3 % dan air suling
f.
Dicuci
lagi dengan 40 ml asam asetat 10 % dan 1000 ml air panas
g.
Keringkan
dalam oven pada suhu 103 ± 3oC selama 6 jam
h.
Dinginkan
dalam desikator dan ditimbang.
4.4.6 Penentuan Hemiselulosa
Penentuan
hemiselulosa dilakukan dengan cara holoselulosa dikurangi alphaselulosa.
4.4.7 Penetapan Kadar Lignin
Standar TAPPI T 13 m - 45
a.
Timbang
serat sisal dan serat sabut kelapa masing-masing sebanyak ± 2 gram
b.
Masukkan
dalam cawan G2 ditutup dengan kertas saring lalu dimasukkan dalam soxlet ekstraksi
dengan menggunakan pelarut alkohol 95 % selama 4 jam
c.
Diekstrak
lagi dengan alkohol benzena 1 : 2 selama 6 jam
d.
Pelarut
dikeluarkan dengan pengisapan dan dipindahkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml
ditambahkan 400 ml air panas diatas penangas air pada suhu 100oC
selama 3 jam
e.
Saring
dengan cawan G2 dicuci dengan 100 ml air panas
f.
Keringkan
di udara lalu dipindahkan pada gelas piala kecil
g.
Tambahkan
15 ml asam sulfat 72 % yang dingin perlahan-lahan sambil diaduk pada suhu 12 –
15oC selama 1 menit
h.
Diamkan
selama 2 jam dan suhu dijaga agar tetap 18 – 20oC
j.
Didihkan
selama 4 jam dan usahakan agar volume tetap dengan cara menambahkan air panas
sewaktu-waktu
k.
Saring
dan dicuci dengan air panas, lalu keringkan dalam oven pada suhu 105oC
dinginkan dalam desikator dan ditimbang.
BAB
V
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis komponen kimia pada serat sisal dan serat sabut kelapa
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Penetapan Komponen Kimia Pada Serat
Sisal dan Serat Sabut Kelapa
Komponen Kimia
|
Serat Sisal
(%)
|
Serat Kelapa
(%)
|
Kadar Air
|
7,68
|
18,2
|
Senyawa Anorganik
|
|
|
a.
Kadar Abu
|
2,8
|
2,87
|
b.
Kadar Silika
|
1,18
|
1,28
|
Zat Ekstraktif
|
|
|
a.
Kelarutan dalam air dingin
|
9,4
|
5,4
|
b.
Kelarutan dalam air panas
|
5,43
|
3,98
|
c.
Kelarutan dalam larutan NaOH 1%
|
19,16
|
26,1
|
d.
Kelarutan dalam alkohol benzena 1
: 2
|
2,27
|
1,87
|
Holoselulosa
|
85
|
65,04
|
Alphaselulosa
|
63,20
|
37,36
|
Hemiselulosa
|
21,80
|
27,68
|
Lignin
|
8,13
|
48, 21
|
Dari
hasil analisis komponen kimia, kadar air pada serat sisal dan serat sabut kelapa
berbeda. Perbedaan sifat higroskofis dari tanaman dan tempat tumbuh mempengaruhi
kandungan kadar air (Batubara, 2009). Tanaman sisal tumbuh di tempat yang cadas
dan berbatu sehingga memiliki kadar air yang rendah. Penentuan kadar air
dilakukan untuk mengetahui bobot kering dari tanaman yang kemudian dilanjutkan
dengan penentuan kadar abu dan kadar silika. Kadar abu dan kadar silika pada
serat sisal dan serat sabut kelapa sama. Uji kadar abu dan kadar silika
menunjukan senyawa anorganik atau mineral yang terkandung dalam serat. Pada
umunya senyawa yang terdapat dalam abu adalah SiO2, Al2O3,
TiO3, Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, dan K2O
(Pari, 1996).
Pada
penentuan komponen kimia ditentukan kadar kelarutan zat ekstraktif dalam 4 larutan
yaitu kelarutan dalam air dingin, kelarutan air panas, kelarutan NaOH 1% dan kelarutan
alkohol benzena 1:2. Kadar zat ekstraktif
pada serat sisal dan serat sabut kelapa yang larut dalam air dingin
lebih besar dari pada yang larut dalam air panas. Pengaruh suhu tidak
meningkatkan hasil ekstraksi, karena zat yang terlarut dalam air dingin berbeda
dengan yang larut dalam air panas. Zat ekstraktif yang larut dalam air panas
adalah amilum, sedangkan zat yang terlarut dalam air dingin adalah glukosa,
fruktosa, dan zat warna. Kadar zat ekstraktif yang terlarut dalam alkohol
benzene dengan perbandingan 1:2 rendah, komponen yang terlarut dalam alkohol
benzene merupakan senyawa non polar seperti lemak, lilin dan resin. Hal ini karena
serat rendah mengandung senyawa lemak, lilin dan resin (Pari, 1990). Kelarutan
serat sisal dan serat sabut kelapa dalam larutan NaOH 1% tinggi, kelarutan
dalam NaOH 1% menunjukan tingkat kerusakan tumbuhan yang disebabkan oleh
organisme perusak tanaman (Pari, 1996). Apabila ditinjau dari segi pelarut yang
digunakan, bahwa larutan alkali (NaOH) akan mudah melarutkan zat ekstraktif pada
lapisan dalam bagian serat, hal ini
karena larutan basa yang heterogen mampu menyusup ke dalam jaringan sehingga
terjadi proses pengembangan atau swelling, maka bahan-bahan yang ada didalamnya
mudah terlarut. Larutan NaOH juga mampu melarutkan zat ekstraktif yang memiliki
berat molekul rendah seperti pentosa, heksosa dan asam organik (Batubara, 2009).
Alphaselulosa
menentukan selulosa murni, kadar selulosa pada serat sisal tinggi sehingga
kadar ligninnya rendah, sedangkan serat sabut kelapa memiliki kadar selulosa
rendah sehingga kadar lignin tinggi. Kandungan lignin berbanding terbalik
dengan selulosa (Mudyantini, 2008). Kadar hemiselulosa pada serat sisal lebih
rendah dibandingkan dengan serat sabut kelapa. Hal ini karena serat sisal
mengandung kadar selulosa tinggi, selulosa
merupakan homopolisakarida sedangkan hemiselulosa bersifat
heteropolisakarida. Selain itu dapat dibedakan dengan hasil SEM dari kedua
serat tersebut.
|
|
(a)
|
(b)
|
Gambar
8. (a) Serat sisal dan (b) Serat sabut kelapa
BAB VI
KESIMPULAN
6.1 Simpulan
Dari hasil analisis
komponen kimia pada serat sisal dan serat kelapa dapat diambil kesimpulan bahwa
kadar air pada serat sisal dan serat sabut kelapa sebesar
7,68% dan 18,2%, kadar abu sebesar 2,8% dan 2,87%, dan kadar silika 1,18% dan 1,28%. Kelarutan dalam air dingin sebesar
9,4% dan 5,4%, kelarutan dalam air panas sebesar 5,43% dan 3,98%, kelarutan
dalam NaOH 1% sebesar 19,16% dan 26,1%, dan kelarutan dalam alkohol
benzena dengan perbandingan 1:2 sebesar 2,27% dan 1,87%. Kadar alphaselulosa sebesar 63,20% dan 37,36%, kadar
holoselulosa sebesar 85% dan 65,04%, kadar hemiselulosa sebesar 21,80% dan 27,68%, dan kadar lignin sebesar
8,13% dan 48,21%. Ditinjau dari kadar selulosa dan lignin, maka serat sisal
baik untuk dijadikan bahan baku pulp.
1.2 Saran
Untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik, sebaiknya perlu dilakukan pengujian dengan
jenis tanaman lain atau dilakukan pengujian yang lebih mendalam seperti
mengidentifikasi struktur senyawa yang yang terkandung dalam tanaman tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, seminar. 1990. Kimia Kayu. Bogor: IPB
ASTM. 1977. ASTM 1103-60 : Standar Test Method for Determonation of Alphacelluloca. Amerikan Society for
Testing and Material, Philadelphia
_____. 1978. ASTM 1104-56 : Standar Test Method for Determonation of Holocelluloca. Amerikan Society for
Testing and Material, Philadelphia
Batubara, ridwanti. 2009. Nilai pH
dan Analisis Kandungan Kimia Zat Ekstraktif Beberapa Kulit Kayu Yang Tumbuh
Dikampus USU, Medan. Respository USU
Campbell, dkk. 2002. Biologi Edisi Kelima-Jilid 1 . Jakarta: Erlangga
Fengel, D dan G Wegener. 1995. Kayu: Kimia Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Hidayati,
estiti B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung :
ITB
Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar
Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persadai
Mudyantini, widya. 2008. Pertumbuhan, Kandungan Selullosa dan Lignin
Pada Rami (Boehmeria nivea L. Gaudich) dengan Pemberian Asam Giberelat
(GA3). Biodiversitas. Vol 9
: 269-274
Pari, gustan. 1990.
Analisa Kimia 18 Jenis Kayu Kurang
Dikenal Dari Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol 6 : 426-429
__________. 1996. Analisis
Komponen Kimia Kayu Sengon dan Kayu Karet Pada Beberapa Macam Umur. Buletin
Penelitian Hasil Hutan. Vol 8 : 321-327
Poedjiadi,
anna. 2009. Dasar-dasar Biokimia.
Jakarta: UI-Press
Wardhani IY,
Surjokusumo S, Hadi YS dan Nugroho N. 2004. Distribusi
Kandungan Kimia Kayu Kelapa (Cocos nucifera L). Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kayu Tropis. Vol 2 No. 1 Tahun 2004
Warisno.
2003. Budi Daya Kelapa Genjah.
Yogyakarta : Kanisius
Widjaja, Elizabeth. 2001. Identifikasi Jenis-jenis Bambu di Jawa. Bogor: Puslitbang Bologi
LIPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar